Visit Young Entrepreneur Society

Kamis, 27 Agustus 2009

Cara Evaluasi Laporan Keuangan Cepat!

Sering dari pengalaman saya melakukan bisnis coaching ke klien-klien, yang pertama-tama sering mereka katakan adalah bahwa ilmu coaching yang saya dapatkan dari Brad Sugars dalam membantu mereka, tidak akan dapat dipakai ke mereka karena bisnis mereka berbeda, industri mereka berbeda.

Yang lucunya, apa yang saya alami ini juga sering dialami coaches lain dan terutama Brad Sugars pada saat waktu dia mulai merintis perusahaannya. Brad Sugars adalah seorang akuntan sebelum dia menjadi seorang entrepreneur. Dia mengatakan bahwa semua bisnis itu adalah sama. Mereka seperti mobil yang berbeda, tetapi semua memiliki chassis mobil yang sama. Mereka semua butuh customers, profit dan revenue/sales. Terlepas apapun bisnis mereka.

Dalam kesempatan ini, saya akan membicarakan bagaimana cara mengevaluasi performa bisnis anda dengan cepat melalui analisa laporan keuangan. Disini saya akan bicara general guidelines apa yang anda bisa implementasi seara cepat dalam mendiagnosa bisnis anda. Tidak semua bisnis yang pernah saya tangani punya laporan keuangan, saat ini saya akan membahas untuk yang punya laporan keuangan/financial statements.

Laporan keuangan perusahaan apapun biasanya dibagi 3 bagian: balance sheet, income statement dan cash flow statement. Balance sheet atau neraca adalah potret perusahaan anda pada tanggal tersebut. Dari potret ini anda bisa melihat keadaan perusahaan anda mau bangkrut atau tidak.
Ada 3 area di neraca, yaitu: Assets, Liabitities dan Net Worth.
Asset adalah semya yang usaha anda punya yang bisa menghasilkan uang untuk anda, jadi seperti cash, piutang, fixed assets dan lain-lain yang bisa memberi makan perusahaan anda.
Liability adalah apapun yang anda miliki di perusahaan anda yang menarik uang perusahaan keluar dari usaha anda. Semua yang menghabiskan makanan usaha anda adalah Liability, seperti hutang jangka panjang, jangka pendek, dll.
Net Worth adalah selisih antara Asset dan Liability, bila Assets > dari Liability, anda punya positif Net Worth, dan bila Assets < dari Liability, berarti Net Worth anda negatif.

Pertama-tama yang anda patut perhatikan adalah cash anda di current assets anda. Apakah receivables anda > cash? Bila cash > dari receivables berarti usaha anda lebih liquid dibanding kalau receivables nya > cash. Lihat juga kualitas receivables anda, mana yang akan mencair dalam 30 hari, 60 dan 90 hari. Bagaimana anda bisa mempercepat pencairan ini menjadi 1 minggu, 2 minggu dan 1 bulan misalnya.
Kemudian lihat juga keadaan invetory anda, bila bisnis anda punya inventory. Berapa persen level inventory anda bila dibagikan jumlah total assets anda? apakah terlalu besar? Apa yang bisa anda lakukan untuk memperkecilnya? Jadi kuncinya disini, perhatikanlah bahwa level likuiditas assets anda adalah optimum. Hal ini akan baik bagi pihak ke tiga bila anda nanti mau mencari funding untuk bisnis anda.

Baru kemudian anda bisa lihat current liability anda. Hitung jumlah current liabilities anda, apakah jumlahnya lebih besar dari current assets anda? Seberapa besar?Bila cukup besar dan ini membahayakan anda, cek fixed assets anda, apakah ada fixed assets anda yang tidak ada korelasinya dengan bisnis? apakah bisa anda jual. Agar anda bisa lebih liquid?

Bila anda mempunyai neraca beberapa tahun lalu, lihat juga trend dari net worth anda, trendingnya naik atau turun, kenapa bisa begitu? apa yang bisa dilakukan untuk membuatnya naik?

Untuk menganalisa income statement, pertama lihat cara penghitungannya, apa sudah benar, kalau sudah, perhatikan trend gross margin anda, apakah naik atau turun? Kenapa bisa begitu? Bagaimana dengan fixed cost anda? Berapa % jumlah fixed cost anda bila dibagi dengan total sales. Bila terlampau besar, apa yang anda bisa lakukan untuk memperkecilnya?
Lalu lihat total EBITDA anda, berapa persen interest payment/ bunga bank yang anda harus bayar, bila angka itu dibagikan ke EBITDA anda? Jadi untuk income statement anda, goalnya disini adalah memperbaiki level gross margin anda dengan menaikkan sales,dan menurunkan COGS. Sedangkan untuk fixed cost, adalah untuk mengetahui beban% nya, seberapa besar membebani sales. Hal ini penting, karena nantinya akan bisa memperbaiki net margin anda. Bayangkan kalau anda tidak tahu bahwa net margin anda sedikit, terus anda kerjanya kasih diskon terus, bisa bangkrut anda.

Terakhir perhatikan cashflow anda bila receivables anda jumlahnya > dari cash. Lihat total cash anda, berapa persen datang dari operasional, investing dan financing. Bila % dari operasional anda rendah, apa yang bisa anda lakukan di bisnis untuk memperbaikinya.

Diharapkan dari analisa ini akan memaksa anda untuk berpikir keras bagaimana memperbaiki angka-angka tersebut dengan melakukan bisnis lebih baik dari aspek operation, marketing dan sales, dan finance.

Semoga bermanfaat.
PS: Bila anda kurang jelas dan ingin lebih dalam mempelajarinya, bikin appointment sekarang juga dengan Coach Yuri dengan menelpon 021 573-5030, saya akan memberikan coaching gratis untuk anda.

Rabu, 19 Agustus 2009

Pentingnya 3 Prinsip pada Planning

Kemarin ini saya baru pergi ke salah satu apartemen di daerah Pondok Indah. Saya ke sama bertemu dengan komisaris saya, PR plus EO perusahaan saya dan juga orang marketing dari apartemen tersebut. Tujuan dari pertemuan itu adalah untuk nantinya bisa mendapatkan prospek yang qualified untuk perusahaan kami.

Jadi rencananya akan diadakan acara rutin setiap bulannya dimana kami akan mengundang para managers General Affairs dari perusahaan-perusahaan multinationals untuk menikmati fasilitas apartemen kami dengan dijamu makanan, minuman, musik dan entertainment lainnya. Perusahaan saya akan menjadi EOnya. Karena akan banyak executive yang datang, kami juga berniat memberikan workshops untuk para GA manager agar mereka dapat mengerjakan pekerjaannya jauh lebih baik.

Untuk itu setelah meeting tersebut, kita bertiga berembuk tentang workshop apa yang dapat membuat para GA ini tertarik. Setelah berembuk dan tukar pikiran dari pengalaman kami ber tiga, kami baru sadar bahwa untuk memberikan value atau solusi kepada para GA ini, kita harus fokus pada problem mereka.

Pada dasarnya prinsip ke 1 adalah uang baru bisa mengalir kita terima dalam bisnis bila kita mencintai problem orang lain dan dapat selalu mencarinya. Bila problem itu kita bisa carikan solusinya, berarti terjadilah bisnis dan kita akan menerima uang.

Kita mulai mengidentifikasi problem-problem apa saja yang biasanya di alami oleh seorang GA. Biasanya GA itu mempunyai problem dari sisi waktu dan sistim. Mereka sering kali harus standby dan harus bisa melakukan apa saja untuk yang kebanyakan orang tidak mau mengerjakannya. Contohnya di bidang apartemen, banyak dari tenant mereka adalah expat dan eksekutif yang sekeluarga tinggak di apartemen tersebut di bayarkan oleh perusahaannya. Banyak dari sang suami yang bekerja sampai malam dan yang lebih sering memakai fasilitas apartemen adalah para istri dan anak-anak mereka. Jadi sering kali GA harus berurusan dengan problem-problem yang di alami oleh para istri. Macam-macam masalahnya, bisa mengenai keselamatan bagunan seperti listrik , ubin dan lain-lain. Ada juga yang misalnya kucingnya naik pohon jam 12 malam dan si pemilik minta tolong GA menurunkannya.

Karena hal ini, GA wakunya bisa dia habiskan untuk semua menajalankannya sendiri. Dan bila tidak ada planning, tentunya akan kacau. Bagaimana menyiapkan planning untuk hal ini? Di workshop nanti kita akan menggunakan 2 prinsip lagi untuk membantu mereka, yaitu chungking down dan paretto rule (80/20).

Pertama adalah untuk 80/20. Pertanyaannya, dari pengalaman yang lalu tentang semua problem, problem mana saja yang 20% yang biasanya bisa memberikan impact kerepotan yang 80% pada seluruh penghuni apartemen? Bila sudah diketahui, prinsip berikutnya adalah chunking down. Apa saja yang musti disiapkan untuk menyelesaikan problem yang 20% tadi. Dari yang disiapkan itu tadi, apa saja detailnya yang musti disiapkan lagi? Jadi kuncinya di chunk down, atau dipecah sampai ke komponen yang paling kecil agar bisa di tangani dengan mudah. Pada saat menangani, kemudian pertanyaannya balik lagi ke si GA, apakah untuk mengangani hal tersebut, itu adalah strength si GA atau weaknessesnya. Bila weaknessesnya, siapa yang bisa dioutsource untuk menutupi kelemahan GA dimana si outsource itu memiliki strength yang tidak dimiliki General Affairs.

Semoga bermanfaat.

Selasa, 18 Agustus 2009

Wealth=Value X Leverage

Beberapa hari yang lalu, rumah saya didatangi tamu istri saya dari komunitas Yoga. Kawannya ini mempunyai pacar orang bule yang dimana teman istri saya itu sudah berkali-kali bilang bahwa saya musti ketemu sama pacarnya ini karena pasti saya cocok ngobrol dengan dia. Akhirnya pas ketemy bener juga, memang cocok.

Namanya Glenn, dan umurnya baru 28 tahun tapi sudah cukup sukses. Jadi dia itu sebelum tinggal di Bali bisnisnya adalah sebagai promotor seminar dan workshop dunia dimana dia mendatangkan top speakers dunia ke London Inggris. Beberapa nama yang pernah dia promosikan adalah Bob Proctor, Anthony Robbins, Roger Hamilton, Mike Harris, dan beberapa pebisnis sukses di Inggris.

Dia cerita, bahwa akhirnya dia meniggalkan bisnis itu dan sekarang membuat bisnis baru untuk menjadi satu-satunya ticketing service yang terbesar di Asia Tenggara untuk festival, congress dan concerts. Bisnis modelnya lewat web, dia bisa menjual harga tiket lebih murah. Jadi misalnya saja jadi agen dia, kalau anda beli sama saya tiket seharga 1 juta, sama saya bisa 800 ribu, dan diskon 200 ribunya masuk ke komisi saya.

Dia bikin network yang besar di Bali untuk bisnis ini yang terdaftar di website. Saya tanya kenapa dia meninggalkan bisnis yang di London dan start over lagi? Dia bilang karena dia tidak suka dan lelah dengan bisnis mempromosikan top speakers seperti itu. Speakersnya bisa tidak konsisten dan banyak yang ikut seminar itu adalah orang-orang yang tidak stabil menurutnya dan ini mengganggu dia.

Pembicaraan berlanjut sampai dia mulai mengajarkan ilmu kekayaan yang dia dapatkan dari Roger Hamilton. Menurut dia, untuk menghasilkan kekayaan, Wealth, harus ada multiplikasi antara Value dan Leverage, Wealth = Value X Leverage.

Dia berusaha menerangkan ini dengan berbagai contoh, dan saya akan coba terangkan ke anda. Jadi Value bisa menghasilkan money flow kalau ada perbedaan ketinggian antara 2 servis atau produk. Makin tinggi perbedaan ini , makin cepat pula money flow yang akan terjadi.

Contohnya; banyak dari kita yang memakai Blacberry, atau Microsoft produk, atau laptop. Kita membayarnya dengan uang untuk membeli itu semua. Nah, pada saat kita membeli produk itum value dari pada uang kita ini adalah lebih rendah dari pada produk yang kita mau beli, karena itu kita mau memberikan uang itu untuk membeli produk. Jadi kalau anda jual jam ke saya $1000 dan saya kasih uangnya, nilai/value jam itu lebih tinggi daripada uang saya, sehingga terjadilah moneyflow dari uang saya ke anda.

Itu baru dari sisi value, tapi bagaimana mendapatkan wealth secara cepat dan banyak? Komponen berikutnya adalah Leverage. Kalau value adalah suatu sungai dan uang itu adalah airnya, untuk uang itu mengalir kencang, maka lebar dan keadalaman dari sungai tersebut akan menjadi faktor penting.

Contohnya: Bill Gates vs Steve Jobs. Steve Jobs walaupun memberikan value dari produknya, money flownya tidak secepat dan sebesar Bill Gates, karena Leverage yang dia gunakan adalah seperti sungai kecil/parit, dimana kecepatan airnya lebih cepat dari Bill, tapi tidak banyak, karena dia mengutamakan kreatifitas dan inovasi dari pada hardware yang dia ciptakan, sehingga impactnya produknya tidak banyak dinikmati orang dibanding Bill Gates. Dari sungai Steve, kedalaman dan lebarnya sungai adalah kecil.

Sedangkan untuk Bill Gates, dia menciptakan value dari softwarenya yang mungkin mulainya ketinggalan oleh Steve, tapi Bill mempunyai kedalaman dan kelebaran sugai yang lebih besar. Dia memastikan produk dia untuk dipakai oleh semua industry PCs di dunia yang menyebabkan lebih banyak orang menikmati software Microsoft.

Jadi sekarang pertanyaannya ke anda, value apa yang anda berikan ke target pasar anda? Apa problem di pasar yang anda bisa berikan solusinya sehingga menjadi value?
Seberapa tinggi perbedaan value antara apa yang anda tawarkan dengan uang mereka? Seberapa dalam dan lebar sungai leverage yang akan anda pergunakan untuk mendapatkan Wealth? Dimana anda bisa mencari leverage itu?

Semoga bermanfaat.

Kamis, 13 Agustus 2009

Pentingnya Memanage Risiko

Saya baru selesai presentasi di HIPMI Expo kemarin. Info yang saya diberi tahu adalah bahwa Expo ini salah satu fungsinya untuk membantu membangkitkan entrepreneurship untuk anak-anak muda.

Kebetulan perusahaan saya adalah perusahaan yang terpilih untuk membimbing anak-anak muda ini dan juga menjadi salah satu juri di business competition yang mereka miliki.
Disini kami membantu mengajarkan mereka untuk membuat business plan yang nantinya akan mereka presentasikan di depan juri.

Pemenang utama, kedua dan ketiga akan mendapatkan investor dan dana yang cukup untuk menjalankan usahanya. Dilain waktu pada expo tersebut, saya sempat janji ketemu dengan ketiga finalis, dimana saya harus membimbing mereka untuk menyiapkan materi material presentasi mereka. Pada saat itu, saya ingin share dengan anda tentang bagaimana mereka lupa menuliskan tentang risiko bisnis mereka dan bagaimana memanagenya.

Pada saat itu , saya bertanya mereka tentang apa yang mungkin dipikirkan oleh sang investor pada saat mau meminjamkan uangnya ke mereka. Pembicaraan membawa ke3 faktor: profit, kapan balik modal, aman atau tidak.

Untuk mengaddress 3 hal ini, kami akhirnya membicarakan 4 tipe risiko yang harus diperhatikan untuk kepetingan investor, mereka adalah:

1. Business Risk.
Risiko Bisnisnya sendiri, bagaimana caranya si investor bisa tahu bahwa bisnis ini bisa berjalan sukses dan faktor resiko apa saya yang bisa membunuh bisnis ini. Bagaimana dengan industrinya, apa kah sudah banyak kompetitor atau belum? Bagaimana dengan demand produk dan servisnya? Apa yang membedakan bisnis anda dari bisnis sejenis lainnya di industri yang sama. Nilai lebih apa yang anda bisa berikan sehingga anda tidak harus bersaing di harga. Seberapa kuat faktor monopoli bisnis anda di industri ini?

2. Market Risk.
Apakah bisnis anda berkorelasi positif atau negatif terhadap trend pasar di Indonesia dan dunia. Bagaimana dengan industrinya. Apakah bisnis anda mempunyai elastisitas harga yang sensitif atau tidak sensitif terhadap keadaan pasar. Contohnya; penjualan mobil dan rumah kemungkinan berhubungan erat dengan suku bunga pinjaman dari bank. Bila keadaan ekonomi sedang susah, mungkin secara general penjualan tidak begitu bagus? Bagaimana anda meminimize risiko ini?

3. Interest Rate Risk.
Bila investor anda atau bank menentukan bunga atau keuntungan tertentu yang musti anda dapatkan untuk membayar bunga bank ataupun requirement investor. Bila bunga itu berubah karena keadaan ekonomi, bagaimana anda menyiasati cashflow dan bisnis anda agar anda selalu bisa membayar bunga dan requirement investor?

4. Financial Risk.
Bila anda mengekspor produk anda keluar negri atau mengimport barang untuk dijual disini, bagaimana anda mengatur profit dan loss anda agar tidak terjadi missmatch forex yang mungkin akan memakan profit anda? Contohnya, bila anda harus mengimpor raw materials dari luar negri, dan tiba-tiba harga Rp melemah Vs USD atau yang lainnya, harga material anda akan naik, dan karena anda menjualnya dalam rupiah, hal ini akan memakan margin anda, bagaimana anda menyiasatinya.

4 risiko ini adalah beberapa risiko yang saya bicarakan dengan mereka dan mereka harus address di presentasi mereka nanti untuk memberikan ketenangan kepada calon investor mereka dan yang penting mendapatkan confidence si investor untuk berani menginvestasikan uangnya ke mereka. Semoga bermanfaat.

Selasa, 04 Agustus 2009

Pentingnya Tes dan Ukur.

Dari pengalaman saya yang pindah kuadran dari karyawan menjadi pebisnis, saya sempat memikirkan bagaimana caranya saya tahu ya, kalau saya mau marketing, bahwa hasilnya itu akan tidak sia-sia.

Saya ingat waktu saya masih sekolah di universitas diajarkan marketing dengan 4P nya. Tapi begitu saya menjadi pebisnis, saya tetap saja bingung, bagaimana caranya mengetahui hasil kesuksesan dan kegagalan marketing campaign saya.
Saya ingat waktu belajar accounting dan finance di universitas, bahwa biaya marketing adalah merupakan biaya/expenses perusahaan yang memakan margin.
Hal ini juga saya alami waktu saya pernah mencoba menjalankan bisnis Spa yang sekarang sudah tutup.

Pada saat itu saya secara tidak sengaja kejebur di dalam bisnis Spa yang Ibu saya buka karena terbujuk oleh seorang pemilik salon yang menyewa gedung Ibu saya. Setelah Spa dibuat, si pemilik kabur begitu saja sehingga saya dan istri saya yang berdua harus menjalankan Spa ini tanpa pengalaman sama sekali.
Lokasi Spa kami adalah dibelakang Salon yang menyewa gedung kami. Jadi kalau ada pendatang salon ada yang mau ke toilet di belakang otomatis dia akan melewati tempat Spa saya.

Dalam mendapatkan klien, banyak juga yang kami kerjakan, dari liputan majalah, koran, radio,sampai TV dan artis. Aneh juga saya lakukan itu semua, padahal pengunjung salonnya banyak di depan kami, hanya kami tidak bisa menggaet mereka untuk menjadi customers Spa.

Barulah setelah berpikir keras, ide test and measure/ tes dan ukur kami dapatkan secara tidak sengaja. Kami mengajak kerja sama semua tukang cukur di salon dan staff tersebut, untuk membawa mereka ke Spa kami guna mencoba penawan-penawaran kami.
Dari setiap customer baru yang kami dapatkan dari orang salon, kami mencatat bahwa si orang salon itu akan mendapatkan Rp 10,000 per customer pada akhir bulannya.
Hal ini cukup sukses, tetapi akhirnya Spa kami tutup karena kami tidak melakukan test and measure/ tes dan ukur untuk mengetahui strategi mana yang paling tepat untuk menghasilkan banyak sales.

Fast forward ke sekarang dimana saya adalah seorang Business Coach. Pekerjaan saya adalah membimbing pemilik bisnis untuk membuat bisnisnya bisa untung dan berjalan baik tanpa dia di dalamnya.

Pekerjaan yang berat bukan? Ya memang berat, tapi sangat menyenangkan. Saat ini saya mau share tentang pentingnya test and measure dan bagaimana hal ini sudah banyak membantu klien saya.

Tidak semua klien saya adalah klien besar, banyak juga yang small business dan ada juga yang tidak punya laporan keuangan. Nah dalam melakukan test and measure, yang paling sederhana biasanya saya meminta mereka menghitung break even calculator mereka.

Disini, klien saya dapat menghitung berapa biaya bulanan yang dia harus selalu bayar secara fixed dan variable, dan juga berapa omzet minimum yang dia butuhkan agar biaya ini tertutup oleh bisnis itu sendiri.

Nah biasanya di akutansi, perhitungannya hanya sampai disini, yaitu menghitung sesuatu yang sudah terjadi, tetapi di coaching session saya, ini tidak cukup. Si klien juga saya ajarkan bagaimana menggunakan angka- angka ini untuk mengetahui berapa minimum prospek, sales, jumlah omset per invoice/billing, jumlah transaksi dan jumlah profit margin yang musti terjadi secara harian, mingguan dan bulanan.

Dengan mengetaui angka-angka tersebut saya dan klien bisa mulai mengetahui dan mengecek apakan si klien bisa mendapatkan minimum prospek, sales, transaksi, dll tersebut per harinya, per minggunya dan perbulannya?
Bila tidak kenapa? Strategi marketing dan sales apa yang sudah dijalankan dan bagaimana hasilnya, apa sudah diukur performancenya?
Kita juga menggunakan yang namanya cost acquisition yaitu adalah biaya yang harus si klien bayar ke setiap prospek untuk datang ke bisnisnya/tokonya. Bila sudah tahu biaya cost acquisition ini, berapa minumum rata-rata penjualan yang anda harus dapatkan untuk mencapai target profit dan break even anda.

Hanya dengan menggunakan cara-cara sederhana ini klien-klien saya berhasil mendongkrak profitnya, ada yang dalam waktu 2 bulan omset hariannya bisa naik 1000%, ada yang dalam 6 bulan profitnya naik 600%. Ada yang setelah 10 tahun tidak pernah untung, dalam 3 bulan mulai untung dengan margin 25% per bulannya dan profit Rp 30 miliar per bulan.

Test and measure adalah sangat luar biasa dalam mendongkrak bisnis!Bila anda ingin lebih cepat menggunakan teknik -teknik ini yang sudah terbukti di lebih 28 negara, email saya dan mari kita janji ketemu, saya akan share dengan anda bagaimana caranya.

Senin, 03 Agustus 2009

Pentingnya Sifat Natural dalam Membagi Kerja

Menindak lanjuti artikel terakhir tentang bagaimana cara menaikkan produktifitas, Step berikutnya yang biasa dilakukan di coaching adalah bagaimana membagi pekerjaan dan melakukan delegasi pekerjaan agar bisnis kita bisa berjalan baik tanpa kita.

Biasanya yang dilakukan pertama adalah menggunakan hukum Paretto 80/20, dimana 80% aktifitas kita di bisnis adalah aktifitas yang rutin dan 20% nya adalah aktifitas tidak rutin.

Setelah mengetahui mana yang rutin, baru disini si pemilik bisnis mulai melihat aktifitas tersebut, aktifitas mana yang dia mau delegasikan ke orang lain. Tentunya aktifitas ini harus dilihat juga dari sisi SWOT si owner itu tersebut. SWOT adalah cara menganalisa diri sendiri dengan mencari Strength, Weaknesses, Opportunities dan Theats dari bisnis kita dan juga kita sebagai owner.

Goalnya disini adalah untuk fokus pada strength dan mencari opportunities apa saja yang bisa didapat dari strength kita ini. Dan dengan Weaknesses kita, kita juga harus tahu Threats/Ancaman apa yang bisa terjadi dengan adanya Weaknesses ini. Untuk meminimilisasi ancaman, kiranya carai tahu pihak ke 3 siapa yang bisa mengatasi ancaman-ancaman itu bila terjadi.

Sebagai contoh adalah klien saya yang memiliki 3 restaurant. Yang menjalankan restaurant ini adalah 3 laki-laki dan 1 perempuan. Setelah menuliskan SWOT mereka, yang dilakukan selanjutnya adalah menciptakan organizational chart /bagan organisasi perusahaan. Disini secara generik, dibikin kotak Shareholder yang dibawahnya adalah kotak General Manager.

Dimana General Manager ini mengepalai beberapa kotak seperti kotak Marketing, Sales, Operation, Finance dan HRD. Dari sini, lalu saya meminta mereka untuk menuliskan apa saja job deskripsi pekerjaan setiap departemen dan hasil apa saja yang ingin dilihat di setiap departemen. Setelah dikerjakan, pertanyaan berikutnya adalah kira-kira sifat-sifat apa sajayang dibutuhkan oleh orang yang mengepalai departemen itu agar pekerjaan di departemen tersebut bisa berjalan dengan baik.

Setelah mereka melakukannya sebagain PR dari coaching session, saya juga menerangkan dan meminta mereka untuk mengambil test psikologi DISC. DISC adalah teknik psikologi untuk mengetahui sifat natural seseorang. "D" adalah orang yang bersifat tegas dan berani menghadapi tantangan, biasanya orang ini tidak begitu suka bergaul kecuali ada sesuatu yang dia inginkan dari pergaulan itu. Orang ini lebih task oriented dibanding people oriented." I" adalah tipe orang yang suka bergaul dan bisa dipercaya, dia lebih people oriented dibanding task oriented. Orang ini biasanya suka sungkan karena pertemanan adalah hal yang penting baginya.

"S" adalah tipe orang yang supportif. Dia suka bergaul tapi rada pemalu dan pasif. Dia sangat baik dalam mengikuti peraturan dan menyelesaikan tugas. " C " adalah tipe orang yang suka detail dan mengikuti proses. Dia bukan orang yang begitu suka bergaul. Orang ini sangat baik untuk bekerja dibidang research, keuangan dan detil-detil lainnya.

Setelah 4 orang ini mengambil test dan ketahuan sifat2nya, barulah mereka cocokkan sifat mereka ke kotak-kotak tadi seperti, marketing, sales, dll. Di kotak mana mereka cocok bekerja. Jadinya tetap mereka bisa saling menssupport dan pendelegasian mulai berjalan lancar.